Cerita ini adalah cerita lama saat masih SMK, Tahun 2014. Semoga dapt menambil hikmah dari Cerita ini.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku terbangun dari tidur siangku,
lelah sekali rasanya setelah aktivitas spesial dihari libur ini. Yah jalan
santai berkilo-kilo meter jaraknya, walau pun jalan santai tapi tetep aja
cape... untuk hadiah undian its oke aku ga terlalu kecewa walaupun aku sangat
mengharapkan hadiah utama (MOTOR). Terdapat 100 lebih hadiah tapi aku tak
mendapatkannya satu pun. Its oke ga kecewa. Mungkin orang yang mendapatkan
motor tadi lebih membutuhkan daripada aku.
Dirumah
motor ada dua, tapi sayangnya aku tidak bisa mengendarai motor. Rasanya sangat
disanyangkan sekali jika aku terus-terusan malas belajar mengendarai motor.
Bagiku, adik laki-laki ku adalah supirku yang siap mengantarkanku ke mana pun
aku mau... tapi masasih untuk jaman yang sudah modern begini anak SMA kelas
tiga belum bisa naik motor. Gengsi dong.... -_- . lagian mama kepengen banget
aku bawa motor kesekolah, walaupun pihak sekolah melarang pelajar membawa
motor. Maka dari itu aku pingin motor baru biar semangat belajarnya ;) daannnn
jadi motor pribadiku.
Walaupun aku sudah bangun tapi
perasaanku tetap saja badan ini capek. Malas sekali untuk digerakan, rasanya
masi tetap saja ada sisa-sisa akibat lelah jalan santai. Okey aku hanya bisa
duduk santai mengawasi adik bayi yang mulai belajar merangkak. Setelah ayah
tiba aku beranjak untuk melakukan sholat ashar karena ayah akan menggantikanku
mengasuh adik bayi. Setelah aku sholat ayah berencana untuk membeli sabun bayi
yang faktanya memang sudah habis. Entah dari mana asal muasal niatku, aku
langsung berkata “yah ikut, sekalian pengen belajar naik motor” ayah mengangguk
saja. Walaupun motor tidak baru tapi
tetap saja aku harus belajar. Kalau nungguin motor baru kapaaann lagi coba,
nungguin jalan santai tahun depan ?
“tapi
yah, makan dulu ya lapar ni” lagi lagi ayah hanya mengangguk saja. Aku langsung
bergegas ke dapur mengambil jatah perutku, terlihat mama sangat sibuk
menggoreng kerupuk dan banyak sekali piring kotor yang belum tersentuh sabun
dan air. Mama cemberut. Ku tahu mama paling tidak suka ketika bangun tidur aku
langsung makan, karena mama tidak suka kegiatan bermalas-malasan. Tapi aku cuek
saja. Pikirku kalau lapar ya makan saja masa harus ditahan ?
Setelah
makan aku akan belajar naik motor. Itu niatku dalam hati. Tapi setelah selesai
makan mama munyuruhku cuci piring. Jelas aku membantah.
“Tiap hari aku selalu membereskan pekerjaan rumah, tapi
untuk kali ini saja aku ingin belajar naik motor” kataku dengan wajah memelas.
Dengan tegasnya mama menjawab “hari ini kamu belum
bekerja!”
“nanti saja cuci piringnya, setelah pulang belajar...”
“cuci piring dulu, nanti belajar motornya setelah
cucian beres!”
“nanti makin sore ma !”
“cuci piring dulu!!!”
Mama mulai membentakku, aku tak mau kalah. Sontak aku
membentak balik mama,aku dan mama bertengkar layaknya anjing dan kucing, bukan
lagi seperti ibu dan anak. Berbagai caci makian aku lontarkan, yah aku memang
pintar mengelak dan mama memang kalah. Terakhir aku banting pintu kamarku
sekencang-kencangnya sebagai penutup dari kemarahanku. Aku menangis sesegukan
dalam kamar, sedangkan dari arah dapur terdengar suara piring berbentrokan
disusul dengan air keran mengalir, aku yakin mama pasti sedang mencuci piring,
tapi aku tetap saja belum berhenti menangis. Diluar rumah aku mendengar suara
motor yang semakin lama semakin kecil kedengarannya, aku yakin ayah pasti pergi
membeli sabun dan perlangkapan bayi lainnya. habislah sudah harapanku untuk
belajar motor sore ini karena aku yakin pasti ayah pulang sangat sore..
Aku
menangis sangat pelan, tapi mama tetap terganggu oleh tangisanku, mama mulai
membentaku lagi, aku menyangkal lagi.. dan lagi lagi mama kalah, mama terdiam,
aku masi tetap berbicara, mencacinya lagi.
Ayah
pulang. Dari arah dapur terdengar suara mama menyuruh ayahku untuk
mengajarkanku mengendarai motor. Walaupun suaranya sedikit membentak tapi Aku
sangat senang mama mendukungku, aku mulai menghapus air mataku dan kulihat hari
memang belum terlalu sore, aku pun tersenyum.
Mama
masih saja mengoceh karena sikap ku yang berlebihan, tapi aku tak
menghiraukannya. Aku terus menghapus air mataku berusaha merubah mata merahku
bekas menangis lama. Didepan cermin ku lihat wajahku, wajah bengisku .. Dalam
hati aku ingat bahwa ridho Allah adalah ridho mama, aku takut karena sikapku
tadi aku akan celaka hari ini. Aku takut... tapi kali ini bentakan mama
mengagetkanku. Aku memarahinya lagi sampai aku akan berangkat pergi aku tetap memarahinya lagi.
Ayah
menyuruhku untuk belajar dilapangan sepak bola, tapi dua lanpangan sepak bola
sudah penuh oleh para pemain bola. Aku memberi usul bagaimana kalau aku belajar
langsung dijalan umum toh minggu lalu aku sudah lancar! Dan seperti biasa ayah
hanya menangguk saja.
Aku
membonceng ayah. Tapi ayah masi tetap saja memegang pundakku takut-takut
terjadi hal yang tidak di inginkan. Satu desa mulai ku habisi. Aku akan pergi
ke dasa lain, dan rasanya sangat mudah sekali mengendarai motor, aku yakin
lamunanku didepan cermin tadi hanya lamunana biasa dan aku tidak akan celaka,.
Tapi seketika dihadapanku terdapat tikungan yang sangat tajam. Aku ingin
membelokannya tapi sangat susah, karena panik aku malah menancap gas sekencang-kencangnya.
Ayah tak dapat menahan, dan akhirnya motor masuk kedalam solokan. Ayah tidak
apa-apa. Tapi aku merasa Semua badannku terasa sakit, tangan kananku yang aku
gunakan untuk membanting pintu sekecang-kencangnya sekarang terluka dan penuh
darah, Aku menangis dalam hati, ya allah ini semua perbuatanku.
Aku dan ayah pulang dan ayahlah yang mengendarai
motor. Setiba dirumah aku melihat mama sedang menangis, aku pun ikut menangis
dan akupun langsung meminta maaf padanya.
Aku sadar ridho Allah memang benar adalah ridho orang
tua. Jika orang tua tak meridhoi Allah juga tidak akan meridhoi.
Semoga cerita diatas bermanfaat bagi kita semua. aamiin
Komentar